Di tengah tingginya permintaan teknologi kecerdasan buatan, NVIDIA mengambil langkah besar yang mengubah arah pasar GPU. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, NVIDIA memutuskan menghentikan pengiriman chip VRAM yang biasanya dikemas bersamaan dengan GPU dies. Keputusan ini bukan sekadar perubahan strategi bisnis, tetapi sinyal bahwa Krisis VRAM kini benar-benar mencapai titik genting.
Mengapa NVIDIA Mengubah Rantai Pasok GPU?
Selama ini, mitra produsen kartu grafis seperti ASUS, MSI, hingga Gigabyte cukup mendapatkan satu paket lengkap dari NVIDIA: GPU dies plus chip memori. Model ini mempermudah perakitan dan memastikan kualitas setiap kartu grafis tetap konsisten. Namun kini dinamika itu berubah total.

Ledakan kebutuhan memori untuk kecerdasan buatan mulai dari pelatihan model besar hingga chip akselerator seperti H100 dan B100 membuat pemasok seperti Samsung, Micron, dan SK Hynix mengalihkan fokus ke produksi HBM (High Bandwidth Memory). Akibatnya, memori jenis GDDR6 dan GDDR7 yang dibutuhkan GPU konsumen semakin langka.
NVIDIA pun mengambil langkah pragmatis: hanya mengirim GPU dies, sementara mitra diminta mencari VRAM sendiri. Hal ini sekaligus memperlihatkan bahwa NVIDIA pun kesulitan mendapatkan alokasi memori di tengah gencarnya kebutuhan sektor AI global.
Dampak Krisis VRAM: Harga Naik, Produk Tertunda, Produsen Kecil Terancam Tersingkir
Perubahan ini langsung memukul mitra NVIDIA dengan tingkat dampak yang berbeda-beda. Produsen besar masih punya akses langsung ke pemasok memori dan jaringan negosiasi yang kuat. Namun produsen kecil seperti Palit atau Inno3D harus mencari VRAM melalui distributor sekunder dengan harga yang lebih tinggi. Dampaknya jelas: biaya produksi naik, margin mengecil, dan peluang untuk bersaing di segmen high-end makin sempit.

Krisis ini bahkan mempengaruhi timeline peluncuran seri RTX 50. Sejumlah sumber menyebut bahwa beberapa model, termasuk varian Super, dapat tertunda hingga kuartal tiga 2026. Ironisnya, meski Samsung sudah memulai produksi GDDR7, chip tersebut justru diprioritaskan untuk model kelas atas yang malah tertunda karena masalah pasokan yang sama. Di sisi konsumen, efeknya semakin terasa:
- Harga VRAM GDDR6X sudah melonjak 25–40% sejak awal 2025.
- Varian mid-range seperti RTX 5070 terancam tidak tersedia dalam waktu dekat.
- Jumlah model custom di pasar makin berkurang karena produsen kecil memilih mundur.
Jika situasi ini terus berlanjut, hanya produsen besar yang akan bertahan, dan harga kartu grafis bisa melambung lebih tinggi dibanding varian Founders Edition.
Akankah Industri GPU Mengalami Pergeseran Besar?
Krisis VRAM ini bukan sekadar gangguan sementara. Jika pasokan tidak segera membaik, industri GPU berpotensi berubah secara struktural. NVIDIA tampaknya semakin fokus pada pasar AI dan data center, yang menawarkan profit jauh lebih besar dibanding segmen gaming tradisional. Pada saat yang sama, AMD justru mendapat angin segar karena penjualan RX 9000 mereka di beberapa negara lebih stabil berkat pasokan memori yang relatif aman.
Apabila tren ini berlanjut, generasi GPU konsumen berikutnya bisa mengalami penundaan massal, harga yang lebih tinggi, dan kompetisi yang justru semakin berat bagi pemain kecil di industri. Satu hal yang pasti, hingga memasuki 2026, masa depan GPU gaming sangat bergantung pada satu faktor, ketersediaan VRAM. Selama data center terus menyerap memori dalam jumlah besar, gamer mungkin harus bersabar lebih lama untuk mendapatkan GPU dengan harga masuk akal.
Baca juga:
- Harga DRAM Naik Gila-Gilaan, GPU NVIDIA dan AMD Diprediksi Ikut Naik Juga!
- Proyek Intel 14A Libatkan NVIDIA, Intel Kini Turunkan Harga CPU Baru!
- NVIDIA Blackwell Laris Manis, Pendapatan Q3 Tembus Rekor Baru!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.




















