Peluncuran Samsung Galaxy Z TriFold langsung menyita perhatian dunia teknologi. Ponsel lipat tiga pertama dari Samsung ini diposisikan sebagai simbol masa depan smartphone, penuh inovasi dan teknologi mutakhir. Namun di balik desain futuristis dan harga fantastis, terselip fakta menarik yang jarang dibahas: Samsung justru dikabarkan merugi dari setiap unit Galaxy Z TriFold yang terjual.
Jika dilihat sekilas, harga jual Galaxy Z TriFold yang menyentuh puluhan juta rupiah seharusnya sudah cukup untuk menghasilkan keuntungan besar. Nyatanya tidak sesederhana itu. Biaya riset, pengembangan engsel lipat tiga, layar fleksibel generasi terbaru, serta produksi dalam skala terbatas membuat ongkos pembuatan perangkat ini melonjak drastis. Dalam kondisi seperti ini, harga mahal lebih berfungsi sebagai penutup sebagian biaya, bukan penentu margin keuntungan.
Strategi “Pamer Teknologi” Samsung Galaxy Z TriFold di Balik Penjualan Terbatas
Galaxy Z TriFold sejatinya bukan produk yang dirancang untuk pasar massal. Samsung tampaknya menempatkan perangkat ini sebagai ajang unjuk gigi teknologi, bukan mesin pencetak uang. Dengan kata lain, TriFold berperan sebagai etalase inovasi untuk menunjukkan sejauh mana kemampuan Samsung di ranah ponsel lipat.

Strategi ini cukup masuk akal jika dilihat dari sudut pandang jangka panjang. Kehadiran Galaxy Z TriFold membantu membangun persepsi bahwa Samsung selalu berada satu langkah di depan kompetitor. Efeknya tidak selalu terlihat dalam laporan penjualan TriFold itu sendiri, tetapi bisa berdampak positif pada lini produk lain seperti Galaxy Z Fold, Z Flip, hingga flagship seri S.
Menariknya, Samsung menerapkan pendekatan harga yang berbeda di tiap pasar. Di beberapa negara, banderol Galaxy Z TriFold justru lebih tinggi dibanding Korea Selatan. Perbedaan ini memunculkan dugaan adanya strategi subsidi silang, di mana pasar tertentu membantu menutup kerugian di wilayah lain. Cara ini sering digunakan untuk produk eksperimental yang produksinya belum efisien secara biaya.
Efek Domino ke Galaxy S26 dan Harga Smartphone ke Depan
Kisah Galaxy Z TriFold tidak berhenti pada satu produk saja. Dampaknya berpotensi merembet ke lini flagship Samsung berikutnya, termasuk Galaxy S26. Kenaikan harga komponen seperti memori, layar OLED, dan modul kamera sudah menjadi tantangan besar. Ditambah lagi, penggunaan chipset Snapdragon dalam porsi besar membuat struktur biaya semakin berat.

Ketergantungan pada prosesor Snapdragon, yang dikenal lebih mahal dibanding Exynos, bisa memaksa Samsung mengambil keputusan sulit. Jika biaya tidak ditekan, ada kemungkinan harga Galaxy S26 akan ikut terkerek naik. Bagi konsumen, ini berarti smartphone flagship ke depan berpotensi semakin mahal, bahkan tanpa lompatan fitur yang terasa signifikan.
Dari sini terlihat bahwa Galaxy Z TriFold bukan sekadar ponsel lipat tiga. Ia adalah eksperimen besar yang memperlihatkan dilema industri smartphone modern, antara terus berinovasi atau menjaga harga tetap ramah pasar. Samsung memilih jalur berani, mengorbankan keuntungan jangka pendek demi posisi strategis di masa depan.
Baca juga:
- Blunder Samsung Exynos 2600? Performa Gahar, Tapi Efisiensi Jadi Taruhan!
- Terungkap! Kamera Samsung Galaxy A37 dan A57 Dirumorkan Setara Flagship, Benarkah?
- Monitor Gaming Samsung Pecah Rekor: 1040Hz & 6K 3D Pertama Dunia!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.



















