OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, tengah menghadapi badai keuangan serius setelah laporan menunjukkan kerugian mencapai US$12 miliar (Rp192 triliun) hanya dalam satu kuartal terakhir. Sumber masalah utamanya berasal dari proyek ambisius mereka yaitu Sora, aplikasi pembuat video berbasis kecerdasan buatan (AI) yang menelan biaya operasional sekitar US$5 miliar per tahun, atau setara Rp15 miliar setiap hari.
Menurut laporan Forbes, setiap klip berdurasi 10 detik dari Sora menelan biaya produksi sekitar US$1,30 (sekitar Rp20.800). Angka ini membuat banyak pihak mempertanyakan kelayakan bisnis OpenAI dalam jangka panjang. Meski baru diluncurkan pada akhir September dan masih terbatas untuk pengguna awal, Sora sudah memproduksi ribuan video AI yang viral di internet.
Bill Peebles, pimpinan tim Sora, bahkan mengakui secara terbuka bahwa model ekonomi saat ini “benar-benar tidak berkelanjutan.” Pengakuan ini menandai peringatan keras bagi OpenAI yang kini berada di persimpangan antara inovasi dan keberlangsungan bisnis.
Strategi Monetisasi OpenAI yang Masih Samar
OpenAI memang terkenal berani dalam berinvestasi besar-besaran. Perusahaan ini berencana menggelontorkan lebih dari US$1 triliun untuk pengembangan teknologi AI beberapa tahun ke depan. Namun langkah besar ini memicu kekhawatiran para analis akan munculnya “gelembung AI”, sebuah kondisi di mana investasi berlebihan dalam teknologi bisa berujung pada krisis ekonomi baru.

CEO OpenAI, Sam Altman, mengakui bahwa peluncuran Sora tidak dibarengi dengan rencana finansial matang. Hingga kini, isu hak cipta yang melibatkan data pelatihan AI juga belum terselesaikan. Banyak pihak menilai Altman kini berada dalam tekanan besar untuk menjaga keseimbangan antara ambisi membangun Artificial General Intelligence (AGI) dan kenyataan finansial perusahaan.
Lloyd Walmsley dari Mizuho memberikan pandangan menarik: “Banyak perusahaan internet sukses karena lebih dulu membangun basis pengguna sebelum memikirkan keuntungan. OpenAI mungkin sedang memainkan strategi serupa.” Namun, strategi itu tentu penuh risiko, terlebih jika biaya produksi terus melambung tanpa ada model bisnis yang jelas.
Penghematan Ketat dan Bayang-Bayang Gugatan Hak Cipta
Sebagai langkah awal penghematan, OpenAI mulai membatasi penggunaan Sora. Kini, pengguna hanya bisa membuat 30 video gratis per hari, dan jika ingin menambah 10 video lagi, dikenakan biaya US$4. Namun, menurut Peebles, batasan gratis ini kemungkinan besar akan dihapus seiring meningkatnya permintaan dan keterbatasan GPU yang digunakan untuk menghasilkan video AI.

Di sisi lain, OpenAI juga mendapat tekanan dari berbagai pemegang hak cipta besar seperti Studio Ghibli, Bandai Namco, dan Square Enix. Mereka menuduh OpenAI menggunakan konten berhak cipta untuk melatih model AI tanpa izin resmi. Gugatan semacam ini berpotensi menambah beban hukum dan finansial perusahaan yang sudah tertekan.
Biaya tinggi dan tantangan hukum membuat ekspansi OpenAI ke ranah video AI semakin sulit dipertahankan. Jika tidak segera menemukan solusi efisien, ambisi besar OpenAI bisa berubah menjadi bumerang yang mengguncang seluruh industri AI global. Meski Sora tampak menjanjikan dari sisi teknologi, jalan menuju profitabilitas masih sangat panjang dan berliku.
Baca juga:
- OpenAI Siapkan Aplikasi Pesaing TikTok, Bikin Video Cuma Modal Teks!
- OpenAI Sora 2 Resmi Dirilis: Kini Bisa Masukkan Wajah & Suara Kamu ke Video AI!
- Era Baru Internet, GPT Bot OpenAI Geser Posisi Google sebagai Raja Crawler Dunia!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.


















