Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menjadi sorotan. Kali ini, sesumbar Menkeu Purbaya yang berkelakar ingin mengajari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) soal keamanan siber menuai kritik tajam. Pengamat menilai pernyataan ini, alih-alih sekadar candaan, justru membuka borok lemahnya koordinasi antar lembaga dalam menjaga keamanan digital nasional.
Pernyataan Menkeu Purbaya ini dinilai salah alamat. Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menegaskan bahwa secara struktur, keamanan siber adalah domain utama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), bukan Komdigi.
“Keamanan siber menjadi domain utama BSSN, bukan Komdigi,” tegas Heru kepada media, Senin (27/10). Menurutnya, pernyataan kontroversial Purbaya harus dibaca sebagai kritik tersirat terhadap karut-marutnya penanganan siber di Indonesia.
Langkah Menkeu Purbaya: Rekrut Hacker, Klaim Sistem ‘A Plus’
Pernyataan Menkeu Purbaya ini muncul bukan tanpa konteks. Ia baru-baru ini membeberkan langkah ekstrem yang diambilnya untuk memperkuat sistem internal Kementerian Keuangan. Dalam media briefing di Jakarta, Jumat (24/10), ia mengaku telah merekrut sejumlah hacker (peretas) top Indonesia.

“Kita panggil hacker kita, yang jago-jago orang Indonesia ya, bukan orang asing. Kita bayar, bantuin saya. Jadi sudah dites, sudah lumayan,” kata Purbaya.
Ia juga menyindir banyak pegawai IT yang cenderung “sombong” dan terlalu percaya diri dengan sistemnya. “Begitu diuji, jebol. Baru saya marah-ahin,” ujarnya.
Berkat tes yang dilakukan para hacker tersebut, Purbaya mengklaim nilai cyber security Kemenkeu melonjak drastis dari 30 (dari 100) menjadi “95 plus”. Ia bahkan menargetkan sistem pajak Coretax dan IT Kemenkeu bisa mencapai nilai 100 dalam sebulan ke depan.
Akar Masalah: UU PDP Belum Efektif
Menanggapi langkah dan sesumbar Menkeu Purbaya, Heru Sutadi menilai ini justru menunjukkan realita bahwa setiap lembaga sibuk memperkuat dirinya sendiri. Tidak ada arsitektur keamanan siber nasional yang terpadu.
Heru menekankan bahwa akar masalah kebocoran data di Indonesia bukan hanya sistem yang rentan, tetapi juga mandeknya penerapan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
UU PDP sejatinya sudah efektif berlaku sejak 17 Oktober 2024. Namun, regulasi ini belum bisa ditegakkan sepenuhnya.
“Masalah lain adalah UU PDP belum bisa ditegakkan sepenuhnya karena aturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah (PP) belum keluar dan Lembaga Pelindungan Data Pribadi (Badan PDP) juga belum dibentuk,” jelas Heru.
Tanpa lembaga pelaksana UU PDP yang aktif dan koordinasi yang solid antara BSSN, Komdigi, dan kementerian teknis (seperti Kemenkeu, Dukcapil, dan BPJS), publik akan terus menjadi korban kebocoran data.
“Selama tidak ada lembaga pelaksana UU PDP… maka setiap kementerian akan sibuk memperkuat dirinya sendiri,” ujarnya. “Regulasi sudah ada, tapi perlindungan belum nyata.”
Baca juga:
- Bukan Wajib Balik Nama! Komdigi Luruskan Aturan IMEI HP Bekas, Ternyata Begini Faktanya
- Senjata Baru Pemerintah: Aturan Blokir IMEI HP Curian Akan Buat Maling Pensiun!
- Akun Penyebar Narasi Rusuh Siap-Siap Diciduk! KOMDIGI Pantau Realtime Jejak Digital!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.



















