Ketika berbicara tentang chip atau prosesor, nama yang terlintas di benak kebanyakan orang adalah Intel, AMD, atau mungkin NVIDIA. Namun, ada satu pemain raksasa yang bekerja di balik layar, menjadi otak dari hampir semua gawai yang kita gunakan setiap hari. Namanya ARM. Artikel ini akan mengupas tuntas kisah prosesor ARM, sang raja tersembunyi yang menjadi fondasi teknologi modern.
Apa Itu Prosesor ARM dan Mengapa Berbeda?
ARM, yang lahir di Cambridge, Inggris pada tahun 1990, bukanlah perusahaan pembuat chip. Berbeda dengan Intel atau AMD yang merancang dan memproduksi chip mereka sendiri, ARM hanya fokus pada satu hal: membuat desain atau arsitektur chip. Mereka kemudian menjual lisensi desain tersebut ke perusahaan lain seperti Apple, Qualcomm, dan Samsung untuk diproduksi.

Bayangkan ARM sebagai arsitek yang membuat cetak biru (blueprint) sebuah rumah, sementara perusahaan lain adalah kontraktor yang membangun rumah tersebut. Desain ARM sejak awal berfokus pada arsitektur RISC (Reduced Instruction Set Computer), sebuah pendekatan yang mengutamakan efisiensi daya, menjadikannya sangat ideal untuk perangkat portabel.
Dari Ponsel Jadul hingga Menguasai 99% Pasar Smartphone
Kunci sukses ARM terletak pada model bisnis lisensi yang cerdas. Klien besar pertama mereka adalah Apple pada tahun 1993 untuk perangkat genggam Newton. Meski Newton gagal di pasaran, kolaborasi ini membuka jalan bagi ARM. Tak lama kemudian, desain hemat daya ARM menjadi andalan di era ponsel Nokia, Ericsson, hingga Blackberry.

Titik balik terbesarnya terjadi pada tahun 2007 saat Apple merilis iPhone pertama, yang ditenagai oleh chip berbasis ARM. Sejak saat itu, popularitas ARM meroket. Sistem operasi Android pun dibangun di atas arsitektur ARM. Hari ini, lebih dari 99% smartphone di dunia menggunakan desain prosesor ARM. Dominasi ini tidak berhenti di situ; tablet, smartwatch, smart TV, hingga mobil listrik modern juga mengandalkan efisiensi dari ARM.
Revolusi Baru: Menantang Intel dan AMD di Dunia PC
Setelah menjadi raja di dunia mobile, ARM mulai merambah ke segmen yang lebih besar: laptop dan server data center. Amazon Web Services (AWS) dan Google menggunakan server berbasis ARM untuk menekan biaya operasional. Namun, gebrakan terbesarnya datang saat Apple beralih total ke chip M1, M2, dan M3 yang semuanya berbasis ARM untuk lini Mac mereka.
Di ekosistem Windows, perjalanannya lebih berliku. Upaya pertama Qualcomm pada tahun 2018 dengan Snapdragon 8cx belum membuahkan hasil dan dianggap gimmick karena performa yang lambat. Namun, mereka tidak menyerah. Pada pertengahan 2024, Qualcomm bersama Microsoft meluncurkan laptop Copilot+ PC yang ditenagai Snapdragon X Series, sebuah chip berbasis ARM yang jauh lebih matang. Hasilnya luar biasa:
- Daya Tahan Baterai Ekstrem: Laptop dengan Snapdragon X Series mampu bertahan 15 hingga 20 jam untuk penggunaan ringan, mengalahkan laptop sekelasnya.
- Performa Kompetitif: Dalam banyak tugas harian, performanya sudah mampu menandingi chip Intel dan Apple M3.
- Akselerasi AI: Dilengkapi NPU (Neural Processing Unit) khusus untuk menjalankan fitur-fitur AI dengan sangat efisien.
Tantangan di Masa Depan
Meskipun lebih dari 250 miliar chip berbasis ARM telah beredar di seluruh dunia, tantangan tetap ada. Persaingan datang dari RISC-V, sebuah arsitektur chip open-source yang bisa digunakan secara gratis. Namun, untuk saat ini, tahta ARM sebagai raja chip tersembunyi masih belum tergoyahkan.
Baca juga:
- Kisah Axioo: Jatuh Bangun Brand Laptop Lokal yang Dulu Diremehkan Kini Masuk 5 Besar!
- Sejarah NVIDIA: Dari Garasi Modal Patungan Jadi Raja AI Senilai $4 Triliun
- 3 Strategi Bisnis ASUS Hingga Jadi Raja Laptop No.1 Indonesia Selama 10 Tahun!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.























