Siapa sangka perusahaan yang identik dengan kartu grafis (VGA) untuk para gamer kini menjadi perusahaan publik paling bernilai di dunia, dengan valuasi menembus 4 TRILIUN DOLAR? Angka ini bahkan berhasil melampaui raksasa teknologi seperti Apple dan Microsoft. Dalam sejarah NVIDIA, transformasi ini adalah salah satu yang paling fenomenal di dunia teknologi, di mana nilainya meroket 10 kali lipat hanya dalam dua tahun terakhir. Lantas, bagaimana mereka bisa mencapai puncak ini?
Sejarah Awal Mula Sang Raksasa: Visi di Balik GeForce 256
Kisah ini dimulai pada tahun 1993 di California. Didirikan oleh Jensen Huang, Chris Malachowsky, dan Curtis Priem dengan modal patungan $40.000, NVIDIA lahir dengan satu mimpi besar: menjadikan GPU sebagai ‘otak’ kedua komputer. Pada saat itu, grafis komputer masih sangat sederhana. NVIDIA melihat peluang untuk merevolusi visual digital.

Puncak dari visi awal mereka datang pada tahun 1999 dengan peluncuran GeForce 256, produk yang mereka klaim sebagai GPU (Graphics Processing Unit) pertama di dunia. Inovasinya adalah kemampuan untuk memproses transform & lighting sepenuhnya di dalam GPU, membebaskan CPU dan memungkinkan developer game menciptakan dunia virtual yang jauh lebih realistis. Sejak saat itu, NVIDIA merajai pasar kartu grafis untuk gamer.
Titik Balik Krusial: Dari Kegagalan “Dustbuster” ke Era CUDA
Perjalanan NVIDIA tidak selalu mulus. Pada periode 2002-2003, mereka merilis GeForce FX 5800 yang menjadi bencana. Produk ini dijuluki “Dustbuster” karena suara kipasnya yang sangat bising, mudah panas, dan performanya kalah saing dari kompetitor utamanya, ATI (sekarang bagian dari AMD). Kegagalan ini membuat saham mereka anjlok dan posisi mereka sebagai pemimpin pasar GPU goyah untuk pertama kalinya.

Namun, dari kegagalan inilah lahir inovasi paling strategis mereka. Pada tahun 2006, NVIDIA memperkenalkan CUDA (Compute Unified Device Architecture). Ini adalah platform revolusioner yang memungkinkan GPU digunakan untuk komputasi umum, tidak hanya terbatas pada grafis. CEO Jensen Huang dengan tegas menyatakan bahwa masa depan adalah parallel computing. Keputusan ini terbukti jenius ketika pada tahun 2012, peneliti AI menemukan bahwa GPU NVIDIA 10 kali lebih cepat daripada CPU untuk melatih model deep learning. Momen inilah yang menjadi titik balik NVIDIA menuju era AI.
Ledakan AI: Bagaimana NVIDIA Menjadi Tulang Punggung Dunia Digital
Ketika tren crypto mining meredup pada 2018-2019 dan menyebabkan saham NVIDIA jatuh hampir 50%, Jensen Huang tidak panik. Ia justru melakukan pivot besar-besaran, memfokuskan seluruh kekuatan perusahaan pada Artificial Intelligence. NVIDIA sadar bahwa komputasi paralel masif yang dibutuhkan AI sangat cocok dengan arsitektur GPU mereka. Hasilnya, saat ledakan AI seperti ChatGPT terjadi pada 2023, NVIDIA sudah siap menjadi pemasok utama.

Perusahaan teknologi terbesar dunia seperti Google, Amazon, Meta, dan Microsoft menjadi pelanggan utama mereka, membeli puluhan ribu chip AI seri H100 dan B200 untuk pusat data mereka. Pendapatan dari segmen data center pun meledak, dari hanya sekitar $3 miliar pada 2020 menjadi lebih dari $47 miliar pada 2024.
NVIDIA tidak hanya menjual perangkat keras. Mereka membangun ekosistem software yang kuat seperti CUDA, cuDNN, dan TensorRT, yang “mengunci” para developer AI untuk tetap menggunakan platform mereka. Dengan menguasai 95% pasar GPU untuk pusat data, NVIDIA bukan lagi sekadar perusahaan VGA, melainkan fondasi infrastruktur utama di era AI.
Baca juga:
- NVIDIA & AMD Kaget! Intel Arc Pro B50 Jadi GPU Workstation Terlaris, Ini Rahasianya!
- Kiamat AMD Radeon? Market Share GPU NVIDIA Tembus 94% di Q2 2025!
- Nvidia dan Intel Resmi ‘Jadian’ Investasi $5 miliar Digelontorkan!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.























