Gelombang konten fitnah dan ujaran kebencian yang tak terkendali di media sosial akhirnya memicu reaksi keras dari pemerintah. Komisi Komunikasi Digital (Komdigi) secara resmi memanggil para raksasa teknologi, TikTok dan Meta (induk perusahaan Facebook, Instagram, dan WhatsApp), untuk bertanggung jawab atas lemahnya moderasi konten di platform mereka. Pemanggilan ini menjadi sinyal peringatan serius bahwa era pembiaran terhadap konten negatif akan segera berakhir.
Langkah tegas Komdigi ini diambil setelah melihat peningkatan masif konten-konten provokatif yang berpotensi memecah belah masyarakat termasuk saat demo DPR RI pada 25 Agustus 2025 lalu. Pertanyaannya kini bukan lagi soal “apakah mereka akan bertindak?”, tetapi “sanksi apa yang menanti jika mereka kembali gagal?”.
Darurat Konten Negatif: Mengapa Moderasi Konten Jadi Sorotan Utama?
Dalam beberapa bulan terakhir, linimasa media sosial di Indonesia terasa semakin panas. Isu-isu sensitif dengan mudahnya digoreng menjadi fitnah dan kebencian, menyebar luas tanpa filter yang efektif. Kegagalan sistem moderasi konten menjadi biang kerok utama dari kekacauan digital ini.
Algoritma Dituding Menjadi Penyebab
Komdigi menyoroti bagaimana algoritma TikTok dan Meta justru sering kali mendorong penyebaran konten sensasional, meskipun konten tersebut melanggar standar komunitas. Sistem yang seharusnya menyaring konten berbahaya malah dituding ikut andil dalam membuatnya viral demi metrik engagement. Inilah yang membuat platform-platform tersebut dianggap lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya.
Kecepatan Respon yang Dipertanyakan
Selain masalah algoritma, Komdigi juga mengkritik lambatnya penanganan laporan dari pengguna. Banyak konten kebencian dan fitnah yang sudah dilaporkan berulang kali namun tetap dibiarkan tayang selama berhari-hari, memberikan dampak kerusakan yang lebih luas. Platform seolah kewalahan dan tidak memiliki mekanisme penindakan yang cepat dan akurat.
Tuntutan Komdigi: Bukan Sekadar Hapus, Tapi Pencegahan!
Pertemuan antara Komdigi dengan perwakilan TikTok dan Meta bukan sekadar sesi dengar pendapat biasa. Komdigi datang dengan serangkaian tuntutan tegas yang harus segera dipenuhi.

Pemerintah menuntut adanya perubahan fundamental dalam sistem moderasi konten kedua platform. Tuntutannya jelas: jangan hanya reaktif menunggu laporan, tetapi bangun sistem proaktif yang mampu mendeteksi dan mencegah konten berbahaya sebelum menyebar luas. Ini mencakup perbaikan algoritma, penambahan sumber daya moderator manusia yang memahami konteks lokal, serta transparansi dalam penegakan kebijakan.
Ancaman Sanksi dan Masa Depan Kebebasan Berpendapat
Jika TikTok dan Meta dianggap gagal memenuhi tuntutan ini, pemerintah telah menyiapkan serangkaian sanksi yang bisa sangat merugikan. Sanksi ini dapat berkisar dari denda administratif dalam jumlah besar hingga yang paling ekstrem, yaitu pembatasan akses atau pemblokiran platform di Indonesia.
Langkah tegas ini menjadi pertaruhan besar. Di satu sisi, ini adalah upaya penting untuk menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan aman. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa pengetatan moderasi konten dapat disalahgunakan untuk membungkam kritik dan mengancam kebebasan berpendapat. Kini, bola panas ada di tangan TikTok dan Meta untuk membuktikan bahwa mereka serius melindungi penggunanya dari badai konten negatif.
Baca juga:
- Sinyal Hilang Saat Demo? Jangan Panik! Ini 7 Trik Agar Tetap Terhubung Internet!
- Jelang Demo Besar 28 Agustus, “Gedung DPR RI” Trending di Media Sosial!
- Link CCTV Demo DPR: Live Monitoring Kondisi Terkini, Hindari Area Ini Supaya Bebas Macet!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.


















