Sebuah proyek ambisius yang bertujuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme melalui media modern justru menjadi bumerang. Proyek animasi Merah Putih bertajuk “One for All” yang baru-baru ini diumumkan ke publik, langsung disambut dengan gelombang kritik tajam dari netizen Indonesia. Alih-alih mendapatkan pujian, proyek yang digadang-gadang akan menjadi karya kebanggaan ini malah dinilai gagal merepresentasikan semangat dan budaya Indonesia, bahkan dicap terlalu “Jepang-sentris” dan kehilangan jati dirinya.
Animasi Merah Putih Dituding ‘Ke-Jepang-an’ dan Kehilangan Identitas Indonesia
Kritik utama yang dilontarkan oleh netizen tertuju pada gaya visual dan desain karakter dari animasi Merah Putih “One for All”. Banyak yang menilai bahwa art style yang digunakan terlalu meniru anime Jepang, mulai dari desain karakter, ekspresi wajah, hingga gaya rambut. Salah satu komentar pedas di media sosial X (sebelumnya Twitter) menyebutkan, “Kenapa harus meniru gaya Jepang? Kenapa tidak percaya diri dengan gaya kita sendiri?”
Kekecewaan ini beralasan. Netizen merasa bahwa para karakter yang ditampilkan tidak memiliki ciri khas atau keunikan yang bisa langsung diidentifikasi sebagai representasi orang Indonesia. Beberapa bahkan membandingkannya dengan karakter-karakter dari game populer seperti Genshin Impact atau Honkai: Star Rail, yang semakin memperkuat anggapan bahwa proyek ini kurang memiliki orisinalitas dan hanya mengikuti tren pasar anime global tanpa sentuhan lokal yang kuat.
Konsep ‘One for All’: Dianggap Tidak Relevan dan Kurang Riset
Selain gaya visual, konsep cerita yang diusung juga tak luput dari sorotan. Judul “One for All” sendiri langsung diasosiasikan oleh banyak orang dengan serial anime populer “My Hero Academia”, yang membuat proyek ini semakin terasa seperti tiruan. Netizen mempertanyakan kedalaman riset tim produksi dalam memahami apa yang sebenarnya menjadi esensi dari semangat persatuan Indonesia.

Kritik ini bukan tanpa dasar. Banyak yang berpendapat bahwa Indonesia memiliki kekayaan cerita rakyat, legenda, dan sejarah pahlawan yang jauh lebih relevan untuk diadaptasi menjadi sebuah animasi heroik. Menggunakan konsep yang sudah sangat identik dengan budaya pop Jepang dianggap sebagai jalan pintas yang menunjukkan kurangnya kreativitas dan pemahaman terhadap kekayaan budaya sendiri. “Indonesia punya ribuan cerita, kenapa harus pakai konsep dari luar?” tulis seorang netizen, menyuarakan sentimen banyak orang.
Pelajaran Berharga untuk Industri Kreatif Tanah Air
Terlepas dari niat baik di baliknya, kontroversi animasi Merah Putih “One for All” ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi seluruh pelaku industri kreatif di Indonesia. Kasus ini menunjukkan bahwa audiens lokal memiliki ekspektasi yang tinggi dan mendambakan karya yang tidak hanya berkualitas secara teknis, tetapi juga kuat secara identitas budaya. Kepercayaan diri untuk mengangkat dan mengolah kekayaan lokal menjadi sebuah karya yang modern dan mendunia adalah kunci yang tampaknya hilang dari proyek ini. Kini, bola ada di tangan tim produksi untuk merespons gelombang kritik ini dan membuktikan apakah mereka bisa menyajikan sebuah karya yang benar-benar “Untuk Indonesia”.
Baca juga:
- VIRAL! Cara Buat Gambar AI Kemerdekaan Cuma Lewat Whatsapp!
- Cara Menghapus Stiker WhatsApp yang Terlalu Banyak dalam Hitungan Detik!
- Anti Pusing! Begini Cara Buat Pidato Kemerdekaan Cuma Pakai AI!
Cari gadget berkualitas dengan harga terbaik? Temukan pilihan laptop, PC, dan komponen PC dengan harga terbaik hanya di Pemmz.com.
Cari tahu juga update berita terkini dan teraktual seputar teknologi dan gadget di Pemmzchannel.com.



















