Steve Wilhite dan timnya berhadapan dengan sebuah masalah penting di tahun 1987. Masalah itu berkutat pada sebuah pertanyaan: bagaimana supaya komputer menampilkan sebuah gambar, dan di saat bersamaan menyimpan memori. Steve dan timnya mencoba memecahkan masalah tersebut, empat tahun sebelum kehadiran World Wide Web.
Bertahun-tahun kemudian, orang menemukan pemecahan masalah tersebut dengan cara yang mengasyikkan. Kita sekarang bisa membagi sebuah gambar berwarna tanpa mengkonsumsi lebih banyak memori komputer. Solusinya sederhana: gunakan algoritme kompresi yang dikombinasikan dengan parameter tertentu seperti jumlah ketersediaan warna (256), dan hasilnya kemudian bisa digunakan untuk bertukar gambar antar komputer.
Steve menyebutnya dengan cara yang sederhana: Graphic Interchange Format. Dan mulai saat itulah format gambar dalam bentuk GIF lahir. Banyak dari kita yang tentunya sudah akrab dengan format gambar macam itu. GIF banyak digunakan dalam berbagai macam platform, mulai dari media sosial macam Instagram (coba tengok opsi TGIF yang ada di Instagram Stories-mu) sampai di laman Twittermu.
Ketika GIF lagir pertama kalinya di tahun 1987, animasi belum jua berkembang, apalagi World Wide Web. Tampaknya Steve Wilhite membangun format GIF di dunia yang secara spasial terpisah dari dunia animasi yang kita ketahui sekarang.
Dulunya GIF belumlah tampil sebagaimana sekarang kita melihatnya. GIF jaman old hanyalah gambar tunggal. Hal yang kemudian membuatnya tampak revolusioner adalah algoritme kompresi yang digunakan. Algoritme itu dinamai Lempel-Ziv-Welch (LZW), sesuai nama kreatornya: Abraham Lemepl, Jacob Ziv, dan Terry Welch. Algoritme itu bekerja dengan cara mengidentifikasi pola berulang, kemudian menyederhakannya. Yang perlu diingat: kompresi gambar berlangsung lewat model lossless compression. Artinya, data gambar tidak ada yang dipangkas sepanjang proses tersebut.
Kecuali kamu adalah seorang mahasiswa yang belajar kompresi data algoritme, nama seperti LZW mungkin tidak terlalu familiar di telinga. Namun efeknya di dunia digital tidak bisa terbantahkan. Pendek kata, LZW adalah sebuah seri instruksi yang mengolah setiap bytes dan bits pada sebuah gambar dan berkas ke dalam paket yang lebih kecil (biasanya ini kita sebut kompresi). Namun kompresi yang berlangsung di belakang pun tidak memotong kualitas data maupun berkas yang diproses.
Jadi dalam sebuah gambar dengan format GIF, ada berbagai variasi gambar tunggal, yang kemudian digabungkan jadi satu. Hasilnya adalah sebuah video mini yang terus-menerus melakukan loop. Analoginya seperti flipbook sederhana.
Format yang Menyenangkan
Awal 2016, Twitter memperkenalkan mesin pencari internal yang menawarkan akses ke perpustakaan digital yang berisi ribuan berkas GIF. Adalah perusahaan Giphy yang berada di baliknya. Giphy-lah yang kemudian bertugas menyeleksi perpustakaan itu. Setahun sebelumnya, perusahaan bernama Imgur merilis GIFV, yang menjadi usaha untuk memodernasi format gambar yang sekarang berusia 31 tahun.
Bolehlah kita menyebut GIF sebagai bentuk seni gambar yang bisu namun mampu melakukan lompatan yang membuatnya terlihat menyenangkan. Dan ya, format GIF semakin populer belakangan ini.
Popularitasnya bukan hanya soal karakteristik GIF yang agaknya cocok untuk mewakili emosi sebagian besar penggunanya, namun juga karena kebanyakan GIF jauh dari perkara hak cipta. Ketika kamu mengakses GIF lewat Twitter, misalnya, kemudian menggunakannya, maka kamu tidak tahu siapa penciptanya dan dari mana berkas itu berasal.
Pengguna GIF memang tidak tahu asal muasal berkas yang mereka gunakan, seakan-akan mereka datang tiba-tiba tanpa kita perlu tahu dari mana. Itulah yang membuatnya terlihat menyenangkan.